Judul : Menakar Potensi Menabung Perempuan Pedesaan
link : Menakar Potensi Menabung Perempuan Pedesaan
Hampir separuh penduduk Indonesia tinggal di desa. Dan kurang lebih separuhnya lagi adalah para perempuan. Di desa, perempuan masih dianggap sebagai warga kelas dua. Misalnya ,masih banyak yang menganggap pendidikan bagi perempuan tidaklah terlalu penting. Perempuan cukup bisa memasak dan mengatur rumah saja. Padahal sebenarnya para perempuan itulah yang nantinya akan menjadi bagian penting dari sebuah sistem terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
Bagaimana tidak, perempuan dalam keluarga adalah juga seorang manajer keuangan, ahli gizi, menteri dalam negri,guru dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan ekonomi keluarga, baik perempuan desa maupun kota sama-sama memiliki peranan yang penting. Karena merekalah yang mengatur keuangan keluarga. Bedanya perempuan kota lebih banyak sebagai pekerja formal dibandingkan dengan perempuan desa.
Perempuan pedesaan yang tidak bekerja di sektor formal, ada yang menjadi penjahit, pedagang, pembuat kerajinan dan lain-lain. Walaupun banyak yang bekerja di sektor informal, namun potensi menabung perempuan pedesaan ini jangan dianggap remeh.
Biasanya mereka menabung di koperasi atau perkumpulan pra-koperasi. Mereka menabung pada saat ada kegiatan tahlil yang biasanya diadakan satu minggu sekali. Selain menabung, mereka juga dapat melakukan peminjaman uang dengan bunga yang disepakati bersama.
Kegiatan simpan-pinjam ini dijalankan oleh orang yang dipercaya untuk memegang uang. Saya pernah berbincang dengan salah seorang pengurus kegiatan simpan pinjam ini. Menurut beliau, sebagian keuntungannya digunakan untuk pengganti iuran saat ada kegiatan bersama. Misalnya untuk menyewa kendaraan atau membuat kue untuk pengajian bersama. Sedangkan keuntungan lainnya biasanya dibagikan saat menjelang lebaran, bertepatan dengan pembagian tabungan.
Tidak hanya menabung untuk menyimpan uang. Ada juga tabungan lain yang akan dibagikan saat menjelang lebaran yang berupa sembako.
Untuk tabungan yang berupa uang, mereka menyimpan 50.000 rupiah setiap minggunya, bahkan lebih. Sedangkan tabungan sembakonya mereka membayar antara 10.000 sampai 20.000 rupiah perminggunya. Lumayan bukan? dengan cara ini mereka sudah punya persediaan baik uang maupun sembako untuk persiapan lebaran.
Dilihat dari jumlah uang yang mereka tabungkan setiap minggunya, tak heran kalau saat pembagian uan tabungan mereka mencapai angka jutaan rupiah karena angka yang saya sebutkan diatas adalah angka minimal.
Sembako yang mereka dapat bisa mencapai dua karung beras, beberapa liter minyak goreng dan beberapa kilo telur ayam. Hmmm...kalau dijumlahkan, bukan angka yang kecil bukan? Padahal mereka bukanlah pekerja formal dan bahkan tidak bekerja.
Sembako yang mereka dapat bisa mencapai dua karung beras, beberapa liter minyak goreng dan beberapa kilo telur ayam. Hmmm...kalau dijumlahkan, bukan angka yang kecil bukan? Padahal mereka bukanlah pekerja formal dan bahkan tidak bekerja.
Beberapa hal yang membuat para perempuan pedesaan ini menabung di tempat tahlil alih alih menabung di Bank Perkreditan Rakyat yang sudah ada di daerah tersebut adalah :
- Kemudahan akses. Menabung di perkumpulan tahlil tidak perlu naik kendaraan umum. Karena lokasi menabung ada di rumah tempat tahlil diadakan.
- Familiar dengan pengurusnya. Karena sudah kenal terlebih dahulu, jadi mereka merasa lebih nyaman.
- Kepercayaan tinggi. Sudah mengenal pengurus dengan baik jadi mereka merasa aman menitipkan uang mereka pada pengurus.
- Kemudahan. Karena adanya saling percaya, untuk meminjam uang pun tanpa proses yang berbelit-belit dan tanpa menggunakan barang jaminan.
Semakin lama, kegiatan simpan pinjam ini omsetnya semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa perempuan pedesaan juga memiliki potensi besar untuk menabung walaupun bukan menabung di bank.
Jika bank ingin menambil hati para perempuan pedesaan ini agar mau menabung di bank, maka pihak bank haruslah berani jemput bola dengan memberikan pelayanan dan kemudahan seperti poin-poin yang sudah saya sebutkan di atas. Bisakah?
Hampir separuh penduduk Indonesia tinggal di desa. Dan kurang lebih separuhnya lagi adalah para perempuan. Di desa, perempuan masih dianggap sebagai warga kelas dua. Misalnya ,masih banyak yang menganggap pendidikan bagi perempuan tidaklah terlalu penting. Perempuan cukup bisa memasak dan mengatur rumah saja. Padahal sebenarnya para perempuan itulah yang nantinya akan menjadi bagian penting dari sebuah sistem terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga.
Bagaimana tidak, perempuan dalam keluarga adalah juga seorang manajer keuangan, ahli gizi, menteri dalam negri,guru dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan ekonomi keluarga, baik perempuan desa maupun kota sama-sama memiliki peranan yang penting. Karena merekalah yang mengatur keuangan keluarga. Bedanya perempuan kota lebih banyak sebagai pekerja formal dibandingkan dengan perempuan desa.
Perempuan pedesaan yang tidak bekerja di sektor formal, ada yang menjadi penjahit, pedagang, pembuat kerajinan dan lain-lain. Walaupun banyak yang bekerja di sektor informal, namun potensi menabung perempuan pedesaan ini jangan dianggap remeh.
Biasanya mereka menabung di koperasi atau perkumpulan pra-koperasi. Mereka menabung pada saat ada kegiatan tahlil yang biasanya diadakan satu minggu sekali. Selain menabung, mereka juga dapat melakukan peminjaman uang dengan bunga yang disepakati bersama.
Kegiatan simpan-pinjam ini dijalankan oleh orang yang dipercaya untuk memegang uang. Saya pernah berbincang dengan salah seorang pengurus kegiatan simpan pinjam ini. Menurut beliau, sebagian keuntungannya digunakan untuk pengganti iuran saat ada kegiatan bersama. Misalnya untuk menyewa kendaraan atau membuat kue untuk pengajian bersama. Sedangkan keuntungan lainnya biasanya dibagikan saat menjelang lebaran, bertepatan dengan pembagian tabungan.
Tidak hanya menabung untuk menyimpan uang. Ada juga tabungan lain yang akan dibagikan saat menjelang lebaran yang berupa sembako.
Untuk tabungan yang berupa uang, mereka menyimpan 50.000 rupiah setiap minggunya, bahkan lebih. Sedangkan tabungan sembakonya mereka membayar antara 10.000 sampai 20.000 rupiah perminggunya. Lumayan bukan? dengan cara ini mereka sudah punya persediaan baik uang maupun sembako untuk persiapan lebaran.
Dilihat dari jumlah uang yang mereka tabungkan setiap minggunya, tak heran kalau saat pembagian uan tabungan mereka mencapai angka jutaan rupiah karena angka yang saya sebutkan diatas adalah angka minimal.
Sembako yang mereka dapat bisa mencapai dua karung beras, beberapa liter minyak goreng dan beberapa kilo telur ayam. Hmmm...kalau dijumlahkan, bukan angka yang kecil bukan? Padahal mereka bukanlah pekerja formal dan bahkan tidak bekerja.
Sembako yang mereka dapat bisa mencapai dua karung beras, beberapa liter minyak goreng dan beberapa kilo telur ayam. Hmmm...kalau dijumlahkan, bukan angka yang kecil bukan? Padahal mereka bukanlah pekerja formal dan bahkan tidak bekerja.
Beberapa hal yang membuat para perempuan pedesaan ini menabung di tempat tahlil alih alih menabung di Bank Perkreditan Rakyat yang sudah ada di daerah tersebut adalah :
- Kemudahan akses. Menabung di perkumpulan tahlil tidak perlu naik kendaraan umum. Karena lokasi menabung ada di rumah tempat tahlil diadakan.
- Familiar dengan pengurusnya. Karena sudah kenal terlebih dahulu, jadi mereka merasa lebih nyaman.
- Kepercayaan tinggi. Sudah mengenal pengurus dengan baik jadi mereka merasa aman menitipkan uang mereka pada pengurus.
- Kemudahan. Karena adanya saling percaya, untuk meminjam uang pun tanpa proses yang berbelit-belit dan tanpa menggunakan barang jaminan.
Semakin lama, kegiatan simpan pinjam ini omsetnya semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa perempuan pedesaan juga memiliki potensi besar untuk menabung walaupun bukan menabung di bank.
Jika bank ingin menambil hati para perempuan pedesaan ini agar mau menabung di bank, maka pihak bank haruslah berani jemput bola dengan memberikan pelayanan dan kemudahan seperti poin-poin yang sudah saya sebutkan di atas. Bisakah?